Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Bimbingan dan Konseling di Sekolah

UJIAN AKHIR SEMESTER
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Bimbingan dan Konseling yang Dibina oleh EkoSujadi, S.Pd




 






JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012


Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Ada beberapa contoh dan latar belakang timbulnya permasalahan bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah yaitu:
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat berbeda mengenai pentingnya bimbingan dan konseling di adakan di sekolah-sekolah.
a. Bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya bimbingan dan konseling sudah termasuk ke dalam kurikulum mata pelajaran sekolah yang menyelenggararakan pendidikan. Sekolah tidak perlu lagi menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Pendapat ini lebih mengutamakan pengajaran dan mengabaikan sisi lain dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat pentingnya bimbingan dan konseling. Bahkan kebanyakan di sekolah-sekolah sekarang yang menjadi guru BK atau konselor bukan berasal dari tamatan ilmu BK melainkan guru yang kekurangan jam di sekolah yng tidak mengerti dengan ilmu bimbingan dan konseling.
b. Bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus secara nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
Banyak orang yang beranggapan bahwa konselor hanya sebagai polisi sekolah yang harus menjaga kedisiplinan siswa, mempertahankan tata tertib sekolah dan keamanan di lingkungan sekolah. Anggapan ini didasari bahwa banyak kejadian di sekolah, jika ada siswa yang melanggar tata tertib dan peraturan sekolah maka dia harus berhadapan dengan guru BK atau konselor. Dan banyak juga sekolah yang memberikan tugas kepada guru BK atau konselor sebagai orang yang mampu mengusut suatu pencurian atau perkelahian antar siswa. Dan guru BK atau konselor tersebutlah yang berhak untuk menghukum siswa yang ketahuan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan sekolah.
3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat.
Banyak yang beranggapan bahwa guru BK atau konselor hanya sebagai penasehat bagi siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah. Padahal selain pemberian nasehat, siswa juga memerlukan pelayanan yang lain seperti: pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tanganan kasus kepada petugas yang lebih ahli, layanan kepada orang tua siswa dan masyarakat, dan lainnya.
4. Bimbingan dan konseling di anggap hanya melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa bimbingan dan konseling itu hanya untuk siswa-siswa yang normal tetapi mengalami masalah tertntu. Namun, walaupun siswa tersebut normal tetapi terkadang banyak siswa yang salah dalam menentukan arah yang baik atau yang buruk ketika dia bertindak.
Dan ada juga yang beranggapan bahwa jika siswa atau kliennya adalah kurang normal, maka itu lebih tepat jika  menjadi klien dari seorang psikeater. Padahal kejadian tersebut belum tentu benar atau bahkan berbahaya. Bisa saja klien yang sebenarnya tidak sakit, tetapi dikirim ke psikeater pertama-tama akan mengganggap bahwa konselor itu ahli; keahliannya adalah semua atau setidak-tidaknya diragukan. Sebagai akibatnya, klien tidak lagi mempercayainya. Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra profesi bimbingan dan konseling. Kedua, klien berkemungkinan salah menafsirkan masalah yang di hadapinya. Atau mungkin akan memprotes pengiriman yang salah alamat itu dan memeberikan reaksi-reaksi lain yang justru memperberat masalah yang dialaminya.
5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.
Masalah ini muncul di sekolah karena banyaknya yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling  di sekolah hanya untuk siswa yang bermasalah saja. Dan biasanya yang datang ke ruang BK di sekolah hanya siswa-siswa yang bermasalah saja. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagimana, dan di mana pelayanan itu diberikan. Pertimbangannya semata-mata didasarkan atas sifat dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri keseorangan siswa yang bersangkutan.
6. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri
Hal ini didasari dari pandangan guru-guru mata pelajaran yang kurang paham pada prinsip BK. Banyak yang beranggapan bahwa guru BK dan guru mata pelajaran merupakan fungsionaris bersama dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerjasama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu menganggulangi masalah yang dihadapi oleh klien atau siswa.
7. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
Hal ini muncul di sekolah-sekolah karena para guru BK atau konselor di sekolah hanya memberikan nasehat-nasehat bagi siswa yang bermasalah. Kebanyakan guru BK atau konselor sekolah sekarang kurang mengerti tentang bimbingan dan konseling itu sendiri. Sehingga dalam menyelesaikan masalah, hanya guru BK atau konselornya saja yang aktif berbicara sedangkan siswanya hanya diam dan mendengarkan.
8. Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih su;I dari apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu.

Berikut beberapa solusi yang menurut saya bisa digunakan untuk memecahkan beberapa masalah bimbingan dan konseling yang ada di sekolah-sekolah sekarang ini , yaitu:
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Menurut saya, sekolah seharusnya tidak hanya mementingkan dan memikirkan masalah mutu dari pengajaran yang saja untuk menjangkau seluruh misi di  sekolah. Namun pihak sekolah juga harus melihat betapa pentingnya peran guru BK atau konselor yang baik dan mengerti akan masalah-masalah yang dihadapi siswa. Sehingga siswa dapat menyelesaikan masalahnya dan bisa mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. Maka dalam hal ini, peran bimbingan dan konseling di sekolah sangat penting untuk menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan para siswa.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
Menurut saya, anggapan ini akan terus berlanjut jika seorang guru BK atau konselor hanya dianggap sebagai polisi yang akan menangkap siswa yang melanggar peraturan sekolah. Padahal seharusnya guru BK atau konselor di sekolah menjadi tempat bagi para siswa untuk bertanya tentang apa yang dipikirkannya dan tempat bercerita tentang apa yang siswa rasakan. Sehingga guru BK atau konselor di sekolah dapat menjadi teman yang dapat membantu siswa dalam bertindak yang sesuai, memotivasi siswa dan membina siswa dalam mengambangkan potensinya. Dengan begitu siswa tidak akan takut lagi untuk berhadapan dan menceritakan masalahnya kepada guru BK atau konselor.
3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat.
Menurut saya, guru BK atau konselor di sekolah jangan hanya memberikan nasehat saja bagi siswa. Namun guru BK atau konselor juga harus mampu melakukan upaya yang lain agar siswa dapat lebih merasakan pentingnya bimbingan dan konseling ada di sekolah bagi dirinya.
4. Bimbingan dan konseling di anggap hanya melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”.
Dalam hal ini, harusnya guru BK atau konselor harus lebih meningkatkan lagi kemampuannya dalam mempertimbangkan masalah siswa. Dan guru BK juga mampu melihat tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada siswa, sehingga guru BK tahu jika siswanya perlu dikirim kepada dokter atau psikiater atau tidak. Penanganan masalah secara benar akan memberikan jasmani yang lebih kuat bagi keberhasilan pelayanan. Guru BK atau konselor juga harus menegaskan dan memberi pemahaman kepada pihak sekolah bahwa yang menjadi obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah orang-orang yang normal tapi bermasalah bukan orang-orang yg mengalami gangguan jiwa.
5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.
Menurut saya, seharusnya guru BK atau konselor tidak memilih-milih siswa yang datang kepadanya. Seharusnya guru BK atau konselor menerima semua siswa yang datang kepadanya untuk mendapatkan layanan bimbingan dan konseling. Dan guru BK atau konselor juga mempunyai waktu yang terjadwal untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa.
6. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri.
Menurut saya, guru BK atau konselor di sekolah seharusnya tidak bekerja sendiri dalam menyelesaikan masalah siswa. Guru BK atau konselor juga harus mampu beerhubungan baik dengan semua pihak yang ada di sekolah demi keperluan memecahkan masalah para siswa. Sehingga masalah siswa dapat terselesaikan dengan baik karena masalah tersebut di lihat dari berbagai sisi, bukan hanya dari sisi guru BK saja.
7. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
Menurut saya, guru BK atau konselor seharusnya juga harus mau mendengarkan keluhan dan cerita siswa. Sehingga bukan hanya guru BK saja yang aktif berbicara namun siswa juga harus ikut berfikir dan mengeluarkan pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu, guru BK atau konselor juga harus menghindari kesan menggurui. Tetapi buatlah suasana tersebut menjadi suasana diskusi yang santai.
8. Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Menurut saya, guru BK atau konselor di sekolah tidak hanya berpusat pada keluhan atau masalah yang pertama disampaikan oleh siswa. Tetapi guru BK atau konselor sekolah juga harus mampu mengembangkan data-data yang di dapat dari siswa. Sehingga guru BK atau konselor sekolah dapat menyelesaikan masalah siswa yang sebenarnya dengan benar.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Tolong berikan komentar yang baik dan sopan serta jangan SPAM!