Demulsifikasi

I. Tujuan
Mempelajari demulsifikasi suatu emulsi akibat perubahan tegangan antar muka.
II. Teori
Suatu sistem dispersi terdiri dari dua macam zat atau lebih yang sama atau berbeda fasenya. Homogen : Partikel-partikel kedua zat padat bercampur sehingga tidak dapat dipisahkan. Heterogen : Kedua fase tidak dapat bercampur, sehingga partikel-partikelnya dapat dibedakan termasuk koloid dan suspensi (Bird,T, 1993).
Fase dari sistem dispersi dapat dibedakan menjadi:
1. Fase dispersi Yaitu fase yang disebarkan terpisah-pisah seperti gula dalam air.
2. Medium pendispersi Yaitu fase yang continue dimana partikel-partikel fasa dispersi berada seperti air dalam larutan gula.
Perbedaan utama antara larutan biasa, dispersi koloid dan suspensi terletak pada besar partikel dispersi. Jenis campuran Ukuran partikel Larutan sejati < 10-7 Dispersi koloid 10-7-10-5 Suspensi kasar >10-5 Dispersi koloid yaitu dispersi heterogen dari gula fase yang tidak dapat bercampur yang reaktif permanent dengan beberapa sifat yang istimewa (Bird,T, 1993).
Koloid yang fasenya terdispersinya cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair) dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas dikenal juga dengan nama aerosol cair (Purba,M, 2007).
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah bahwa kedua jenis zat cair tersebut tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) atau emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air. Contoh emulsi minyak dalam air: santan, susu, dan lateks. Untuk contoh emulsi air dalam minyak (A/M): mayonalse, minyak ikan. Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak kedalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonase (Purba,M, 2007).
Emulsi adalah sistem koloid cair artinya fasa terdispersinya adalah cair dan medium pendispersi juga cair. Suatu emulsi distabilkan oleh zat pemantap pada butir-butirnya. Sekarang dipandang satu butir dalam system emulsi yang terdiri atas fase terdispersi yang dilindungi oleh lapisan yang berisi molekul-molekul zat pemantap dan keseluruhan butir beserta pelindungnya ini berada dalam medium malar. Hal ini menyebabkan adanya dua permukaan pada pelindung yaitu permukaan luar berbatasan dengan medium malar. Pada kedua permukaan ini terdapat tegangan muka yang berbeda besarnya dan namakan saja dengan tegangan muka dalam dan tegangan luar. Menurut kaidah Brancroft, kestabilan emulsi ini tercapai bila tegangan muka dalam lebih besar dari tegangan muka luar (Tim Labor Kimia Fisika, 2012).
Jika kita ingin memecahkan emulsi atau ingin melakukan demulsifikasi terhadap sistem, maka kestabilan harus dikurangi dengan cara misalnya saja menaikkan tegangan muka luar sehingga menuju tegangan muka dalam. Prinsip ini dapat digunakan untuk melakukan demulsifikasi krim kelapa yang juga merupakan sistem emulsi, sehingga tegangan muka luar pada sebagian butir-butir menjadi naik dan akhirnya emulsi terpecahkan atau terjadi demulsifikasi (Tim Labor Kimia Fisika, 2012).
Dalam percobaan ini dilakukan percobaan mengenai emulsi. Sistem koloid fase cair-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk bukan larutan melainkan bersifat heterogen misalnya campuran antara minyak dan air. Air yang bersifat polar tidak dapat bercampur dengan minyak yang non polar. Untuk dapat menggabungkan air dan minyak harus ada zat penghubung antara keduanya. Zat penghubung ini harus mempunyai gugus polar ( gugus yang larut dalam air ). Dan juga non polar (larut dalam minyak) sehingga zat penghubung tersebut dapat bercampur dengan air dan dapat pula bercampur dengan minyak (Arsyad,N, 2001).
Ditinjau dari interaksi fasa terdispersi dengan fasa pendispersi, koloid dapat dibagi atas koloid liofil dan koloid liofob.
1. Koloid Liofil Yaitu koloid yang suka berikatan dengan mediumnya sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil. Contoh : agar-agar, kanji.
2. Koloid Liofob Yaitu koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga cenderung memisah dan akibatnya tidak stabil. Bila mediumnya air disebut koloid hidrofob (tidak suka air). Contoh : sol emas, koloid Fe(OH)3 dalam air.
Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa pendispersinya koloid disebut juga dispersi koloid dibagi atas 8 jenis: Fase terdispersi Fase pendispersi Nama Contoh Gas Cair Buih Busa sabun Gas Padat Busa Batu apung Cair Gas Aerosol cair Karet Cair Cair Emulsi Susu Cair Padat Emulsi padat gel Mentega Padat Gas Aerosol padat Asap Padat Cair Sol Cat Padat Padat Sol padat Zat warna dalam kaca (Syukri, 1999).
Sifat-sifat koloid diantaranya:
a. Sifat Optis Ukuran partikel koloid lebih besar dari larutan sejati, sehingga bila seberkas cahaya melewati akan dipantulkan. Arah pantulan ini tidak teratur, karena partikel koloid tersebar secara acak.
b. Sifat koligatif Sifat ini hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat koligatif koloid umumnya lebih rebdah dari pada larutan sejati dengan jumlah partikel yang sama. Sifat ini berguna untuk menghitung jumlah partikel koloid.
c. Sifat Kinetik:
1. Gerak brown Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi. Terjadinya gerakan ini disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekul-molekul medium pendispersi pada sisi-sisi partikel terdispersi tidak sama.
2. Pengendapan (sedimentasi) Partikel koloid cendrung untuk mengendap karena pengaruh dari gravitasi bumi, tergantung pada rapat massa partikel terhadap mediumnya.
d. Koagulasi Peristiwa pengendapan atau penggumpalan partikel-partikel koloid disebut koagulasi. Dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit (Bird,T, 1993).
Untuk memecahkan emulsi ada beberapa cara:
1. Merusak emulgator Yaitu dengan menambahkan zat-zat kimia yang dapat bereaksi dengan emulgator sehingga membentuk zat lain.
2. Penggaraman Dilakukan dengan tujuan untuk pemecahan sistem emulsi santan dengan pengaturan kelarutan protein didalam garam. Protein dalam santan akan larut dengan adanya penambahan garam.
3. Metode Pengasaman Pada prinsipnya metode denaturasi protein dikarenakan terbentuk ion zwitter pada kondisi isoelektrik.
4. Teknik Pendingin Didasarkan pada perbedaan antara titik beku air dan titik beku minyak.
III. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan
1. 8 buah Beaker glass 50 ml
2. 3 buah gelas ukur 10 ml
3. 5 buah kuvet
4. 1 buah spatula
5. 5 buah pipet tetes
6. 1 buah batang pengaduk
7. Sentrifuse
b. Bahan yang digunakan
1. Santan
2. Serat nenas
3. Aquades

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Tolong berikan komentar yang baik dan sopan serta jangan SPAM!